Imam Al-Ghazali dalam berbagai karyanya, seperti Ihya’ Ulumuddin, menjelaskan bahwa Idul Fitri bukan sekadar perayaan lahiriah, tetapi lebih kepada kemenangan spiritual setelah sebulan penuh beribadah di bulan Ramadan.
Makna Idul Fitri menurut Imam Al-Ghazali yang pertama adalah kembali ke Fitrah (kesucian jiwa) Kata Fitri dalam Idul Fitri bisa bermakna “fitrah” (kesucian). Idul Fitri adalah momen kembalinya seorang Muslim ke keadaan suci, sebagaimana bayi yang baru lahir, setelah menjalani puasa dan ibadah lainnya di Ramadan.
Sebagaimana dalam Hadis Nabi Muhammad SAW dijelaskan dalam kitab riwayat imam Bukhari dan Muslim “Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Makna kedua adalah Kemenangan atas Hawa Nafsu, yang mana bulan suci Ramadan adalah bulan latihan mengendalikan hawa nafsu. Idul Fitri adalah tanda kemenangan atas godaan duniawi dan bukti keberhasilan seseorang dalam mendisiplinkan diri. Di banyak riwayat Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang merayakan Idul Fitri tetapi tetap mengikuti hawa nafsunya setelah Ramadan, maka ia belum benar-benar menang.
Yang ketiga bukan sekadar pakaian baru, tetapi hati yang baru. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa makna sejati Idul Fitri bukanlah baju baru, makanan mewah, atau pesta, tetapi hati yang bersih dan ketaatan yang meningkat.
Sebagaimana perkataan ulama yang diambil dari kitab Mutiara Ramadan karya Abuya KH Abdurrahman Nawi bin Haji Nawi
لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ، إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ, وَلَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالْمَرْكُوْبِ، إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ.
“Bukanlah Idul Fitri bagi orang yang memakai pakaian baru, tetapi Idul Fitri adalah bagi orang yang ketaatannya bertambah. Dan bukanlah Idul Fitri bagi orang yang berhias dengan pakaian dan kendaraan, tetapi Idul Fitri adalah bagi orang yang dosa-dosanya telah diampuni.”
Makna tersebut menegaskan bahwa hakikat Idul Fitri bukan sekadar tentang pakaian baru, perayaan, atau kemewahan duniawi, tetapi lebih kepada peningkatan kualitas keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Makna kalimat “Bukanlah Idul Fitri bagi orang yang memakai pakaian baru” Ini mengingatkan bahwa Idul Fitri bukan hanya soal mengganti pakaian dengan yang baru, sebagaimana menjadi tradisi di banyak budaya Muslim.
Dilanjutkan dengan makna “Tetapi Idul Fitri adalah bagi orang yang ketaatannya bertambah” Makna sejati Idul Fitri adalah peningkatan ketaatan setelah Ramadan. Jika setelah Ramadan ibadah dan amal kebaikan bertambah, itulah kemenangan sejati.
Pelajaran yang bisa diambil dari perayaan idul fitri pertama adalah prioritas spiritual di hari raya, yang mana makna Idul Fitri bukan hanya tentang perayaan fisik, tetapi lebih kepada kebahagiaan karena mendapat ampunan dari Allah SWT.
Yang kedua evaluasi pasca Ramadhan, yang mana setelah Ramadan, seseorang harus bertanya kepada dirinya sendiri “Apakah ibadah saya meningkat? Apakah saya lebih dekat kepada Allah? Jika iya, maka itulah makna sejati dari Idul Fitri.
Yang ketiga yaitu kesederhanaan dalam merayakan, Islam tidak melarang berpakaian rapi atau merayakan Idul Fitri, tetapi mengingatkan bahwa esensinya bukan pada materi, melainkan pada peningkatan spiritual.
Semoga kita tidak hanya fokus pada aspek duniawi Idul Fitri, tetapi lebih kepada peningkatan iman dan ketakwaan. Idul Fitri sejati adalah ketika seseorang kembali kepada fitrah dengan hati yang bersih dan dosa yang diampuni.
Amalan yang dianjurkan pada perayaan Idul Fitri
- Mandi sunnah sebelum berangkat shalat Ied
Mengenakan pakaian yang bersih dan wangi tidak harus baru, tetapi rapi, dan sunnah memakai wewangian bagi laki-laki. - Memakan makanan sebelum shalat ied
Dimana di sunnahkan makan sebelum berangkat shalat Ied, biasanya dengan kurma dalam jumlah ganjil (1, 3, atau 5 biji), sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, ini sebagai tanda bahwa puasa Ramadan telah berakhir. - Perbanyak mengumandangkan takbir
Perbanyak mengumandangkan takbir memuji kepada Allah, takbir mulai dari malam Idul Fitri hingga sebelum shalat Ied dengan penuh kesyukuran, bukan hanya sebagai kebiasaan lisan. - Menunaikan Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib sebelum shalat Ied untuk menyucikan diri dari kekurangan dalam puasa dan membantu fakir miskin, yang mana Imam Al-Ghazali menekankan bahwa zakat fitrah harus diberikan dengan niat ikhlas dan tepat sasaran. - Melaksanakan Shalat Ied
Hukum melaksanakan shalat idul Fitri menurut Mazhab imam Syafi’i adalah sunnah muaakkadah (yang dianjurkan), dalam hal ini anjuran berjalan kaki menuju tempat shalat Ied jika memungkinkan mengambil jalan yang berbeda saat pergi dan pulang dari shalat Ied, sebagaimana sunnah Rasulullah. - Memperbanyak Silaturahim dan berbuat kebaikan
Mengucapkan selamat dan mendoakan sesama Muslim, memohon maaf dan memberikan maaf kepada orang lain, lebih-lebih kota bisa memberikan hadiah dan sedekah, terutama kepada fakir miskin. - Menjaga Kualitas ibadah pasca Ramadhan.
Imam Al-Ghazali menekankan bahwa hakikat Idul Fitri bukan hanya satu hari, tetapi harus menjadi titik awal untuk menjaga kebaikan Ramadan sepanjang tahun.
Salah satu cara terbaik adalah dengan puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal, yang pahalanya seperti puasa setahun penuh.
Abdul Hakim Hasan
Sekretaris Pergunu Kota Depok